Home
»
Religion
» Masa Depan Ketakwaan Sang Buah Hati
Masa Depan Ketakwaan Sang Buah Hati - Hari-hari ini, ada yang perlu kita
renungkan. Betapa banyak ahli yang ‘ibadah yang keturunannya jauh dari
munajat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tak ada anak yang mendo’akannya
sesudah kematian datang. Begitu pula, alangkah banyak orangtua yang
nasehatnya diingat dan petuahnya dinanti-nanti ribuan manusia. Tetapi
sedikit sekali yang berbekas dalam diri anak. Padahal tak ada niatannya
untuk melalaikan anak sehingga lupa memberi nasehat.
Ia bahkan
memenuhi setiap pertemuannya dengan anak dengan nasehat-nasehat
disebabkan sedikitnya waktu untuk bertemu. Tetapi justru karena itulah,
tak ada lagi kerinduan dalam diri anak. Sebab pertemuan tak lagi indah.
Nyaris tak ada bedanya bertemu orangtua dengan mendengar kaset ceramah.
Lalu apakah yang sanggup menaklukkan hati anak sehingga kata-kata kita
selalu bertuah? Apakah kedalaman ilmu kita yang bisa membuat mereka
hanyut mendengar nasehat-nasehat kita? Ataukah besarnya wibawa kita yang
akan membuat mereka senantiasa terarah jalan hidupnya? Atau kehebatan
kita dalam ilmu komunikasi yang menyebabkan mereka selalu menerima
ucapan-ucapan kita?
Ada orangtua yang tampak sekali betapa
kurang ilmunya dalam pengasuhan, tetapi ia mampu mengantarkan
anak-anaknya menuju masa depan yang terarah dan bahagia. Tak ada yang ia
miliki selain pengharapan yang besar kepada Allah ‘Azza wa Jalla seraya
harap-harap cemas dikarenakan kurangnya ilmu yang ia miliki dalam
mengasuh anak. Sebaliknya, ada orangtua yang begitu yakinnya bisa
mendidik anak secara sempurna. Tapi tak ada yang bisa ia banggakan dari
anak-anak itu di masa dewasa kecuali kenangan masa kecilnya yang lucu
menggemaskan.
Kita perlu merenungi sejenak firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nisa’ ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
(QS. An-Nisaa’, 4: 9)
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab,
33: 70-71).
Boleh jadi banyak kebiasaan yang masih mengenaskan
dalam diri kita. Tetapi berbekal taqwa, berbicara dengan perkataan yang
benar (qaulan sadidan) akan mendorong kita untuk terus berbenah.
Sebaliknya, tanpa dilandasi taqwa, berbicara dengan perkataan yang benar
dapat menjadikan diri kita terbiasa mendengar perkara yang buruk dan
pada akhirnya membuat kita lebih permisif terhadapnya. Kita lebih
terbiasa terhadap hal-hal yang kurang patut.
Kita tidak
mengkhawatiri mereka sedikit pun, sehingga mudah sekali kita mengizinkan
mereka untuk asyik-masyuk dengan TV atau hiburan lainnya.
Berbekal rasa takut, kita siapkan mereka agar tidak menjadi generasi
yang lemah. Kita pantau perkembangan mereka kalau-kalau ada bagian dari
hidup mereka saat ini yang menjadi penyebab datangnya kesulitan di masa
mendatang. Berbekal rasa takut, kita berusaha dengan sungguh-sungguh
agar mereka memiliki bekal yang cukup untuk mengarungi kehidupan dengan
kepala tegak dan iman kokoh. source : Ust Yusuf Mansur
{ 0 Comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment